Thursday, 28 January 2016

Misteri Kehidupan



 Pernah gak sih kalian berpikir apakah saat dewasa nanti kalian akan menjadi orang yang seperti apa? menjadi orang yang sukses atau tidak.. atau  menjadi orang yang bahagia atau tidak, dan sebagainya. Kalo gue sih pernah banget ya hehehehe... Kadang, kita gak pernah tau akan keberuntungan dan musibah yang akan kita dapatkan. Sebagai manusia, gue akan berusaha menjalani hidup ini dengan sebaik mungkin dan berada pada jalan Tuhan.
               
Namun... tidak semua hal terus kita gantungkan pada Tuhan.Tuhan memang selalu membantu kita, tetapi bukan berarti menjadikan kita tida berusaha. Saat ini, gue akan segera lulus dari SMA, yang artinya gue udah harus memulai merancang masa depan gue.

Hmm.. sejujurnya, saat ini gue belum menemukan jurusan pasti yang akan gue ambil di kuliah. Bukan berarti gue gak punya tujuan hidup, tujuan hidup gue adalah menjadi orang yang sukses dan bahagia. Gue ingin, suatu saat nanti, hidup gue bisa berarti untuk banyak orang dan nama gue bisa dikenang. Tapi, gue gak tau apakah itu semua akan terwujud atau tidak.. karena sampai saat ini, masih banyak orang yang meremehkan kemampuan gue. Gue yakin, jika Tuhan mengizinkan dan berkehendak, gue pasti bisa!

Saat ini, gue banyak melakukan tes bakat dan konsultasi untuk lebih memantapkan pilihan jurusan gue. Namun, semua itu tetap bergantung pada diri kita sendiri, dimana semua tes dan konsultasi memang membantu, tetapi tetap kitalah yang harus memutuskan. Gue ingin benar-benar memilih 1 jurusan yang pasti dan gue akan berusaha memegang teguh jurusan itu. Gue tidak ingin seperti beberapa anak yang memilih jurusan secara asal sehingga mereka pindah jurusan.

 Gue berharap, Tuhan membuka jalan dan pikiran buat gue, sehingga gue bisa memilih jurusan dengan tepat. Semoga suatu saat nanti, tujuan hidup gue bisa menjadi kenyataan :)


Image result for bermimpilah setinggi langit soekarno

Thursday, 21 January 2016

Perjuangan

Teng.. teng


Tak terasa, waktu semakin cepat berlalu.. Tentu ujian-ujian sudah perlahan-lahan mendekati saya dan seluruh siswa-siswi kelas 12 di Indonesia. Dalam waktu kurang dari 3 bulan, kami akan menghadapi berbagai ujian dan segera meninggalkan masa SMA. Titik puncak pejuangan kami di SMA adalah UJIAN NASIONAL/,Banyak sekali persiapan yang sudah dilakukan oleh teman-teman saya. Sejak awal semester 1 kelas 12, banyak diantara teman-teman yang mengambil bimbingan belajar BTA, INTEN untuk mencapai nilai UN dan SBMPTN yang maksimal. Saat ini juga beberapa teman saya sedang giat belajar untuk melaksanakan tes memasuki universitas swasta di Indonesia maupun diluar negeri.
Bagaimana dengan saya?
Tidak seperti mereka, saya tidak mengambil bimbingan belajar apapun. Bukannya saya tidak mau belajar, namun waktu saya berada dirumah sudah cukup sedikit. Tentu saja, saya harus memanfaatkan waktu yang minim itu untuk mengerjakan PR, belajar ulangan, beristirahat, dan menyicil ulangan tertentu.
Ujian nasional adalah sesuatu yang sangat berharga. Karena seluruh perjuangan kita di SMA, juga ditentukan oleh nilai UN selain nilai yang lain. Ujian Nasional akan mencerminkan penguasaan materi dan tercatat pada ijazah kita. Mengingat hal itu, tentu yang ada dipikiran setiap anak adalah keinginan untuk mencapai nilai UN yang maksimal.
Namun, untuk mencapai nilai maksimal tidaklah mudah! Butuh perjuangan keras untuk meraih sesuatu yang kita inginkan. Maka...
Untuk memacu semangat saya dalam mempersiapkan UN, yang pertama saya lakukan adalah menyemangati diri saya sendiri dan mengobarkan semangat berjuang untuk tidak minder dengan teman-teman saya yang sudah terlebih dahulu mengambil bimbingan belajar. Saya memotivasi diri saya untuk dapat berjuang semaksimal mungkin dalam ujian-ujian yang saya kerjakan. Tidak hanya itu, semangat yang diberikan teman-teman sekelas, guru, kelompok belajar, saudara, dan orangtua juga sangat membantu saya untuk membangkitkan semangat saya.
Untuk UN tahun ini yang katanya ‘lebih sulit’ daripada tahun-tahun sebelumnya, saya telah membeli banyak buku latihan di toko buku. Namun... tugas, ulangan, dan waktu yang saya miliki masih kurang mampu memberikan saya eksempatan untuk mengerjakan latihan soal itu...
Tetapi, meskipun banyak sekali tugas dan ulangan yang diberikan guru, saya merasa sangat bersyukur, guru-guru di sekolah sudah mulai mempersiapkan untuk mengulang materi-materi kelas X, XI, XII, sehingga saya merasa cukup tertolong dan bisa “berada” pada posisi anak-anak yang mengikuti bimbingan belajar seperti BTA.
Saya juga merasa sangat bersyukur, karena walaupun saya tidak BTA, saya mempunyai teman-teman yang mau berbaik hati mengajarkan materi pelajaran yang tidak saya mengerti.
Kini, ujian-ujian sudah semakin dekat, hendaknya segala hal yang telah kita lakukan mengenai persiapan ujian sudah tidak patut lagi disesalkan. Bagi saya, saat ini yang  patut dilakukan adalah :
  1. Berdoa
Dengan berdoa, tentu kita akan merasa lebih tenang, dan Tuhan pasti akan menolong kita tentunya jika kitajuga mau berusaha.
  1. Menjaga kesehatan
Sehat itu mahal. Maka, jagalah kesehatan! Jangan sampai kita kecapekan dan tidak dapat melaksanakan ujian yang sudah kita persiapkan dengan baik.
  1. Rajin mengerjakan soal latihan
“Seseorang bisa karena terbiasa”. Dengan mengerjakan soal-soal, tentu kita akan lebih sering menjumpai berbagai tipe soal yang membuat kita lebih menguasai materi yang kita pelajari.
  1. Saling membantu
Tanpa teman, kita tidak bisa berdiri sendiri. Tentu kita bukanlah guru yang dapat mengerti materi yang kita pelajari seutuhnya.. dengan bantuan teman, kita dapat mengerti apa yang kita tidak mengerti. Namun, hidup adalah timbal balik. Jika kita dibantu, maka sepatutnya kita juga membantu teman kita dengan mengajari apa yang kita mengerti.
  1. Saling memberi semangat
Dengan adanya semangat, segala sesuatu dapat kita lakukan dengan senyuman, sehingga mengurangi rasa stres kita ketika belajar untuk menghadapi ujian. 

 Goodluck bagi seluruh siswa-siswi SD, SMP, SMA yang akan melaksanakan UN! Semoga cerita ini bermanfaat :)

Thursday, 22 October 2015

Library




Belajar vs Bermain


            Apa yang dapat kita lakukan ketika kita bosan di sekolah? Jawabannya sebenarnya sangat banyak. Kita dapat mengganggu teman, keliling-keliling lorong kelas, duduk sebangku dengan teman, mengobrol, dan lain-lain. Namun ada satu kegiatan bermanfaat yang dapat dilakukan di sekolah, yaitu mengunjungi perpustakaan. SMP dan SMA Santa Ursula Jakarta memiliki sebuah gedung perpustakaan yang terdiri atas empat lantai. Di setiap lantainya terdapat aneka kegiatan masing-masing. Membaca buku tidak dijadikan tujuan utama saat mengunjungi gedung putih ini.
            Angin sepoi-sepoi yang keluar ketika pintu perpustakaan dibuka mengundang siapapun yang berada di dekat gedung untuk masuk ke dalamnya. Bangunan tinggi berwarna putih yang tampak sangat kokoh ini terletak disebelah sebuah kolam ikan dan taman kecil yang penuh dengan berbagai tanaman. Menapakkan kaki memasukki perpustakaan ini sungguh membangkitkan rasa penasaran Anda. Sebelum melakukan aktivitas, siswa diwajibkan untuk absen pada komputer yang disediakan. Kaki pun tergerak untuk belok ke sisi kiri perpustakaan, dimana dikanan dan kiri sisi tersebut terdapat sofa-sofa yang gendut berwarna hijau sebagai ciri khas warna sekolah ini. Membaca majalah National Geographic dan beberapa majalah remaja sambil duduk di sofa tersebut membuat jiwa terasa begitu tenang. Keheningan para pengunjung membuat mata terpejam perlahan-lahan. Di ujung ruangan, tampak sebuah teras panjang berwarna coklat seperti sebuah panggung. Teras tersebut terlihat sangat nyaman yang digunakan oleh siswa untuk membaca buku sambil tiduran, membuat prakarya bersama, mengobrol dengan tmena-teman, bermain dan untuk beristirahat. Mencoba untuk berbaring di sana sambil menikmati udara yang dingin, dan memejamkan mata merupakan hal yang tidak boleh dilewatkan. Tidak lupa, perpustakaan juga menyediakan banyak saklar sebagai tempat untuk mengecharge HP dan laptop para siswa. Lantai satu perpustakaan ini merupakan tempat yang sangat tepat untuk belajar dengan posisi yang nyaman sambil bermalas-malasan.
            Melangkahkan kaki ke lantai dua perpustakaan merupakan keinginan setiap siswa yang hendak membaca dongeng, buku-buku sastra, dan novel berbagai usia. Di lantai ini, tersedia cukup banyak rak-rak buku berwarna coklat muda seperti layaknya sebuah toko buku. Di setiap sela satu rak panjang, terdapat meja untuk membaca buku. Disamping meja dan rak buku ini, juga terdapat sebuah kelas untuk pembelajaran yang dibatasi oleh pintu kaca. Kelas ini hanya dipakai beberapa kali oleh guru-guru dengan papan tulis kaca dalam kondisi tertentu, misalnya saat kelas tidak memiliki layar proyektor. Para siswa yang sedang membaca dapat melihat kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh teman lainnya di kelas tersebut. Di sudut lain lantai ini terdapat sebuah area untuk membaca buku-buku cerita yang dilengkapi dengan sofa hijau untuk kenyamananan pengunjungnya.                           

            Mengunjungi lantai tiga perpustakaan ini juga sungguh bermanfaat bagi kita yang ingin membaca buku-buku pengetahuan. Disuatu sudut ruangan, lantai ini menyediakan buku-buku eksiklopedia. Sudut ini tampak terlihat menyendiri dan sepi. Di sudut lain lantai ini juga memberikan kenyamanan dengan rak-rak berwarna coklat yang tersusun rapi berjejer dikanan dan kiri ruangan. Ditengah-tengah susunan rak, terdapat sofa-sofa yang dilengkapi sebuah meja. Tidak hanya sofa untuk duduk dengan rileks, terdapat pula kursi-kursi putar dan meja yang dapat digunakan bagi siswa yang ingin membaca dengan lebih efisien.  Di tengah ujung ruangan terdapat sebuah jendela yang berukuran sangat besar. Di jendela tersebut, kita dapat melihat mengamati siswi-siswi yang sedang berolahraga di lapangan parkir. Selain itu, kita juga dapat menikmati pemandangan berupa pohon-pohon yang cukup rindang di jalan raya, dan gedung-gedung disekitarnya. Disebelah jendela ini, terdapat sebuah meja yang dilengkapi 4 kursi putar yang dapat digunakan siswa. Membaca sambil menikmati pemandangan dijendela ini sangatlah nyaman. Siswa juga dapat duduk dilantai untuk membaca buku bersama maupun mengobrol dan bermain bersama. Di lantai ini terdapat pula toilet pria dan wanita yang cukup banyak.

            Rasanya sudah sangat lelah jika kita menaikki lantai empat gedung ini. Namun, kelelahan yang dirasakan terbayar dengan fasilitas-fasilitas dilantai ini. Lantai ini menyediakan banyak komputer berjejer dan banyak earphone yang dapat digunakan para siswa. Tidak hanya itu, siswa dapat meminjam salah satu DVD dan VCD untuk ditonton di komputer atau di televisi perpustakaan. DVD yang ditawarkan ada beraneka ragam, antara lain terdapat film-film yang pernah ditayangkan di bioskop, film-film action luar negeri, kartun-kartun remaja, dan sebagainya. Di sudut lain ruangan, juga terdapat sebuah TV berukuran besar yang dilengkapi dengan sofa hijau yang berjumlah cukup banyak. Kita dapat menonton film bersama-sama disini sambil menikmati pemandangan jendela yang besar. Lantai ini cukup tinggi, sehingga kita dapat melihat dengan lebih jelas pelosok-pelosok dan gedung-gedung seperti Masjid Istiqlal, Cathedral dengan jangkauan yang lebih luas. Di dekat rak-rak CD, terdapat pula pajangan karya-karya para siswi SMP maupun SMA Santa Ursula yang sangat menarik untuk dilihat, seperti topeng, clay, lukisan dan berbagai karya lainnya. Ruangan ini juga menyediakan rak khusus untuk menyimpan buku tahunan para siswa SMP dan SMA Santa Ursula dan album-album kenangan dari era 70-an sampai sekarang. Para siswa dapat melihat-lihat album dan buku tahunan pad arak tersebut. Selain itu, dibelakang rak tersebut, terdapat suatu ruangan yang tampak menyendiri. Ruangan tersebut dilengkapi dengan sofa dan beberapa komputer khusus untuk para guru. Ruangan ini terletak terpojok dan dibatasi oleh rak-rak tinggi perpustakaan. Diruangan ini, banyak terdapat kaset dan CD kegiatan-kegiatan sekolah Santa Ursula dan beberapa CD lagu yang dapat ditonton dan didengarkan pengunjung.

            Saya sangat bangga dengan sekolah Santa Ursula yang menyediakan perpustakaan sebagai sebuah tempat yang tidak hanya untuk membaca, tetapi kita dapat merasa santai berada di sebuah perpustakaan. Kita dapat menambah pengetahuan melalui berbagai sarana informasi yang disediakan sambil mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Perpustakaan ini hanya dapat digunakan oleh siswi-siswi yang bersekolah di SMP dan SMA Santa Ursula. Namun, perpustakaan ini dibuka dan dapat digunakan oleh umum saat open house sekolah. Mari berkunjung ke perpustakaan Santa Ursula J

Wednesday, 14 October 2015

Janji Dandelion

Hii! gue mau ngepost cerpen yang pernah gue buat bareng 2 orang temen gue..
Selamat membaca! :D




JANJI DANDELION

Hari itu adalah hari yang indah. Terlihat sekelompok anak sedang bermain layangan, suara riang dan gelak tawa menyelimuti suasana taman itu. Tak ada yang menyadari, di salah satu pojok taman, terdengar suara tangis di antara bisikan angin. Seorang gadis kecil meringkuk memeluk lututnya di balik rerumputan. Isakan-isakan kecil lolos dari mulutnya.
Di tengah derai tangisnya, gadis itu tidak merasakan kehadiran orang lain yang kini duduk di sampingnya. Seorang anak laki-laki tengah memberi senyuman padanya. Ajaib. Ketika gadis kecil itu menengok pada ‘teman’ baru itu, air mata berhenti mengalir dari kedua bola matanya.
“K-kamu siapa?” tanya gadis kecil itu.
“Namaku Nathan. Alvin Jonathan,” balasnya ramah, “siapa namamu?”
“Aku…namaku Sivia Priscillia, tapi papa dan mama memanggilku Sivia.
“Kalau begitu, aku akan memanggilmu Via saja. Via, kenapa kamu menangis?” tanyanya.
“Papa dan mama jahat, mereka bohong. Padahal hari ini ulang tahunku dan kami akan pergi ke taman hiburan, tetapi mereka malah sibuk bekerja,” jawab gadis itu diselingi segukan-segukan kecil yang kini muncul kembali di antara kalimatnya.
“Kamu tidak perlu menangis, mereka tidak akan ingkar janji kepadamu,” hibur Nathan lembut.
“Tapi-tapi…” Sivia malah mulai menangis lagi.
“Sshhhstt…jangan menangis. Sini, ikut aku. Aku akan menunjukkan sesuatu yang menarik padamu.”
Anak laki-laki itu membawa Sivia ke sebuah padang rumput di dekat taman itu.
“Kita mau apa ke sini?”
“Tunggu sebentar,” Nathan kemudian melepaskan genggaman tangannya pada Sivia dan mulai berjongkok mencari sesuatu di antara rerumputan.
Tak lama kemudian…
“Ketemu!” serunya riang, “Sivia, berhentilah menangis, ayo kemari.”
“Itu apa?” Sivia perlahan berjalan menghampiri Nathan.
“Ini dandelion. Kata mamaku, bunga ini adalah bunga penyampai pesan. Bunga ini juga akan membawa pergi semua kesedihanmu,” terangnya.
“Benarkah? Bagaimana bisa?”
“Sini,” Nathan kemudian memberikan bunga dandelion itu ke genggaman Sivia, “katakan apa yang ingin kamu sampaikan pada papa dan mamamu, lalu tiuplah bunga itu. Setiap bunga kecil dari bunga itu akan pergi membawa kesedihan dan menyampaikan pesanmu itu.”
Via hanya mengangguk kecil dan menuruti kata-kata Nathan, ia menarik nafas dan meniup bunga itu sekencang-kencangnya.
“Bunga dandelion yang cantik, tolong sampaikan pada papa dan mama supaya mereka cepat pulang ya. Via mau ngerayain ulang tahun Via bareng papa sama mama,” Sivia mengucap pelan sambil memejamkan matanya.
“Terima kasih,” Sivia menoleh pada anak laki-laki itu dan tersenyum manis, “kamu benar, kesedihanku seperti ikut terbang bersama mereka, aku lebih lega sekarang.”
“Baguslah kalau kamu tidak sedih lagi, wajah menangismu itu sangat jelek tahu,” ejek Nathan seraya menjulurkan lidahnya.
“Ihh… enak saja. Via ini manis tahu,” balasnya dengan muka cemberut.
“Hahaha, mukamu bertambah jelek saja kalau begitu. Hahaha,” Nathan malah bertambah semangat meledek Via kecil.
“Nathan jahat! Nanti Via nangis lagi nih!” ancamnya masih dengan bibir yang dimajukan.
“Eh, jangan! Iya deh, aku nggak ngeledekin lagi, tapi jangan nangis lagi ya,” seru Nathan panik.
Melihat reaksi Nathan yang mulai panik, Via malah tersenyum geli, “hihi, reaksi kamu lucu deh. Iya. Via janji nggak bakal nangis lagi.”
“Janji ya?” tanyanya sambil mengacungkan jari kelingkingnya ke hadapan Via.
Via terdiam sejenak, “iya, Via janji deh.”


Ya, itulah titik awal persahabatan mereka. Pertemanan polos khas anak-anak, yang mengenang di ingatan masa kecil mereka. Tak disadari, sudah 11 tahun berlalu. Dari anak perempuan dan laki-laki kecil berusia 7 tahun, kini mereka telah tumbuh menjadi remaja 18 tahun yang cantik dan tampan.
Tapi, tidak ada yang abadi dalam hidup ini. Ketika ada suatu perjumpaan, suatu saat akan ada pula perpisahan.
“Lo beneran harus pergi, Than?” tanya seorang gadis, Via.
“Ya iyalah, gue kan udah keterima di univ sana, masa iya gue gak jadi pergi?” sahut laki-laki di hadapannya itu, Nathan.
Air mata mulai muncul di pelupuk mata gadis itu, “t-tapi lo janji ya bakal contact gue di sana?”
“Iyaa, gue janji Via tembem. Lo juga jangan lupain gue ya. Sekarang kan banyak socmed, gue bakal sering-sering contact lo.”
“Kalo lo terlalu asyik di sana sampe lupa sama gue gimana? Terus kalo gue sedih siapa dong yang bisa nemenin gue?” gadis itu mulai panik.
“Aduh, lo itu emang gak berubah ya. Dari kecil sampe sekarang masih aja bawel. Gue gak bakal ngelupain elo, sahabat yang paling gue sayang. Kalo lo sedih, liat aja liontin ini, ini bukti kalo gue bakal selalu ada sama lo,” jawab Nathan sambil memberikan seuntai kalung dengan liontin berbentuk bunga.
“Than, bunga ini kan…”
“Iya, dandelion. Bunga kenangan dari mama gue, juga kenangan kita. Lo inget kan?”
“Iya, gue inget kok. Makasih ya. Gue janji gak bakal ngelupain lo dan akan sering ngehubungin lo.”
“Sip. Lo jaga diri ya selama gue gak ada,” jawab Nathan sembari menatap mata Sivia.
Tatapan. Tatapan mata itu sungguh penuh arti. Sulit untuk mengartikan arti dari sebuah tatapan. Begitupun dengan hati. Hati sangat sulit didengar, sangat sulit dirasakan.
Seketika, Sivia memeluk Nathan.  
Tesss. Tak disadari, air mata Nathan terjatuh. Dibalik pelukannya, Sivia pun demikian. Tak ada satupun kata terucap diantara keduanya. Hanya ada perasaan cemas dan sakitnya perpisahan yang memenuhi hati kedua insan itu.
Pesawat FA271 tujuan Paris akan segera berangkat. Penumpang dipersilakan untuk segera  melakukan boarding.
Secepat kilat. Keduanya saling menghapus air matanya. Menghapuskan kesedihan. Menyembunyikan perasaan sedih dan kehilangan. Pelukan hangat itu pun terlepas.
“Tuh, pesawat gue udah mau berangkat. Gue pergi ya,” sahut Nathan setelah mendengar pengumuman sambil tersenyum menutupi kesedihannya.
“Hati-hati ya. Lo juga jaga diri di sana!” seru Sivia melambaikan tangannya pada Nathan yang mulai membalikkan badan ke arah Oma dan papanya yang telah menunggu di dekat gate untuk mengucapkan salam perpisahan.
Gadis itu tidak tahu, bahwa saat itu, mungkin akan menjadi terakhir kali ia bertatapan secara langsung dengan sahabat tersayangnya.
Bila kau harus pergi
Meninggalkan diriku
Jangan lupakan aku
                                        
Teng.. Teng… Jam dirumah Sivia berbunyi. Waktu menunjukkan tepat pukul 12 malam. Di tempat tidurnya, mata Sivia sudah terpejam. Tampak selimut menutupi tubuhnya dengan hangat.
“Hai Sivia,” tiba-tiba Nathan muncul dihadapannya. Terlihat Nathan mengenakan baju putih bersih. Ia tampak sungguh tampan.
“Hai…,” jawab Sivia dengan terbata-bata tertegun melihat Nathan.
Nathan bergerak ingin memeluk Sivia. Sivia pun membuka tangannya untuk menerima pelukan Nathan.
Namun, tangan Nathan dan Sivia tak mampu bersentuhan.
“Nathan, kenapa gue gak bisa nyentuh lo?” tanya Sivia dengan nada terisak.
“Sivia, gue harus pergi,” Nathan melambaikan tangan pada Sivia.
“Nathan! Lo cuma bercanda kan?” bentak Sivia.
“Maaf, gue gak bisa nemenin lo lagi. Waktu gue udah abis,” jawab Nathan lirih.
“Bohongg… Gak mungkinnnnnn!!!! Semua ini bohonggggg,” teriak Sivia.
“Selamat tinggal Sivia. Selamat tinggal sahabatku,”
Perlahan, sosok Nathan menghilang dalam kegelapan
“Nathaannnn! Jangan pergiiiii!” Sivia berteriak dengan suara keras. Tak disadari, Sivia terbangun dari tidurnya.
Mimpi. Syukurlah itu hanya mimpi. Apa arti mimpi itu? Tanya Sivia dalam hati.
                                       
Hari itu adalah malam yang senyap. Gadis itu sedang makan malam bersama dengan papa dan mamanya sambil menyaksikan acara di TV. Gerakan tangan papanya yang tengah mengganti-ganti channel TV berhenti di suatu acara berita. Kecelakaan Pesawat.
Selamat malam pemirsa, kami mendapat berita bahwa pesawat FA271 tujuan Paris telah kehilangan kontak dengan sentral komunikasi dan masih belum diketahui keberadaannya. Diperkirakan, pesawat yang direncanakan sampai di Charles de Gaulle Airport mulai kehilangan jejak sejak terbang melewati perbatasan antara Eropa dan Asia.
Jantung Sivia seakan-akan berhenti sesaat mendengar berita tersebut.
Nathan.
Nathan.
Pikirannya segera tertuju pada Nathan.
“Ma, Pa, Nathan. Nathan naik pesawat itu, Ma. Nathan ada di pesawat itu,” Sivia panik, ia kalut.
“Kamu serius, sayang?”
“Serius ma….,” Sivia tak mampu berkata-kata lagi.
Pikiran Sivia sangat kacau. Berita itu benar-benar membuat Sivia ketakutan. Ya, takut. Takut akan kehilangan sosok Nathan yang begitu ia sayangi.
Mimpi. Aku teringat mimpi itu. Ya Tuhan, tolong jawab aku. Apa maksud mimpi itu? Apa ini maksud dari mimpi itu? Aku akan kehilangan Nathan. Benarkah ini Tuhan? Ku mohon, semoga ini hanya mimpi. Siapapun… tolong… tolong bangunkan aku… .
Tidak. Ternyata Sivia tidak bermimpi. Ini kenyataan. Benar-benar kenyataan yang sangat pahit.
Nathan… lo dimana? Apa lo selamat? Dimanapun lo berada. Seperti apapun keadaan lo saat ini. Gue harap semoga lo baik-baik aja. Tuhan, tolong selamatkanlah Nathan…
Tak henti-hentinya pikiran Sivia terpusat pada Nathan. Tak pikir panjang lagi, Sivia cepat-cepat menuju Bandara Soekarno-Hatta.
“Tunggu Siviaaa,” teriak papa dan mama.
Sivia menunggu kabar mengenai hilangnya pesawat Nathan. Berjam-jam waktu berlalu, namun belum ada kabar mengenai pesawat itu.
Deg… deg... deg... Jantung Sivia berdebar kencang. Ketakutan menyelimuti pikirannya. Sivia tak mampu memejamkan matanya semalaman, hatinya terlalu kacau untuk dapat mengistirahatkan tubuhnya.
                                         

Pagi yang cerah. Tak ada awan dilangit. Langit tampak bersih dengan warna birunya. Tap... tap... bunyi langkah kaki berlalu lalang menghiasi suasana pagi.
“Mbak, bangun mbak,” seorang petugas kebersihan membangunkan Sivia.
“Oh iya mas, maaf maaf,” Sivia pun terbangun dari tidurnya.
Ia baru saja tertidur selama 2 jam setelah menunggu datangnya kabar dari pihak penerbangan.
Bagi para penunggu informasi kecelakaan pesawat, kami mohon maaf karena masih belum ada informasi lebih lanjut dari pihak penerbangan.
Terdengar bunyi pengumuman menggema diseluruh isi bandara. Sivia pun memutuskan untuk pulang dan menunggu kabar dirumah.
                                           
Dua hari berlalu sejak berita kecelakaan itu diberitahukan. Sivia tak juga mendapat kabar mengenai pesawat tersebut. Besar harapannya akan kepulangan Nathan dengan selamat.
Kringggggg…
“Halo,” Sivia mulai mengangkat telepon itu.
“Halo, Sivia? Ini dengan papa Nathan,” jawab telepon itu.
“H-Halo Om. Apakah sudah ada kabar mengenai Nathan?” tanya Sivia dengan nada penuh ketakutan. Sivia tak siap mendengar kabar mengenai Nathan.
“Begini Sivia, Om harap kamu dapat mendengarkan berita ini dengan baik. Baru saja pihak penerbangan menelpon Om dirumah. Sivia….,” seketika terdengar isakan tangis papa Nathan.
“Om kenapa? Ada apa? Tolong jawab saya Om,” pinta Sivia dengan penuh kekhawatiran.
“Nathan sudah tidak ada. Tak ada yang selamat dari kecelakaan pesawat itu. Jasadnya akan segera dipulangkan ke Indonesia,” jawab Om dengan terbata-bata diiringi isakan tangis yang mendalam.
Nafasnya serasa tercekik. Sekujur tubuhnya membeku. Bagai kilasan telenovela, telepon yang ia pegang lepas dari genggaman tangannya.  Ia jatuh terduduk di lantai, badannya lemas seketika.
Air mata mulai menetes dari mata Sivia. Satu tetes, dua tetes. Setiap butiran air mata terus berjatuhan, membentuk aliran sungai kecil di pipi mulusnya.
“Sivia sayang, kenapa kamu nangis?” seketika mama Sivia menghampirinya.
“Nathan, Ma… Nathan. Nathan meninggal,” jawab Sivia dengan isakkan tangis. Ia segera memeluk mamanya.
Hidup. Kehidupan. Tidak ada yang mengetahui waktu pertemuan. Tidak ada pula yang mengetahui waktu perpisahan. Suatu saat nanti, kehidupan akan berakhir, dan kematianlah yang mengakhirinya.
                                           
Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Jasad seluruh korban kecelakaan pesawat tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Begitupun dengan Nathan. Kini Nathan kembali tanpa nyawa.
Sivia memasukki ruangan yang berisi korban kecelakaan. Ia berdiri disebelah peti Nathan. Nathan tak berwujud lagi. Hanya bagian-bagian tubuhnya yang ditemukan.
“Nathann…,” Sivia mulai menangis lagi.
Sivia mulai menatap bagian-bagian tubuh Nathan. Tubuh itu sudah berwarna pudar sekarang. Darah yang membalut tubuhnya sudah membeku. Tiada lagi kehidupan di dalam diri Nathan.
Nathan. Kenapa kamu pergi secepat ini? Kenapa kamu meninggalkan aku sendiri?
Tak henti-hentinya Sivia menangis. Meratapi kepergian Nathan. Masih tak dapat dipercaya oleh Sivia. Nathan telah pergi. Jauh. Jauh darinya. Hancur sudah. Semuanya telah berakhir. Saat ini. Di waktu ini.
Tuhan… andai aku bisa meminta satu hal, aku akan meminta, hidupkanlah dia. Kembalikanlah nyawanya.
Sivia terus menatap peti kayu tempat raga tak berenyawa itu terbaring. Tak sanggup dan tak mampu menerima kepergian Nathan.
                                        
Wuss…. Angin menerpa pepohonan didekat sebuah makam. Sebuket bunga mawar diletakkan  di atas tanah.
Rasanya ingin sekali gadis itu menemani Nathan didalam tanah, menemaninya dalam kegelapan, kesunyian, dan kedinginan yang abadi.
“Nathan, udah dua bulan sejak lo pergi. Lo gak kasihan sama gue yang nangis setiap hari gara-gara lo? Kok lo tega sih sama gue? Gue udah sebelas tahun sahabatan sama lo. Lo tuh udah kayak kakak yang nggak pernah gue punya selama ini. Lo yang selalu ngejaga gue, ngajarin gue. Selama ini, gue hampir selalu sama lo. Kalo lo pergi tiba-tiba begini, gue harus gimana? Gue masih gak bisa ngelepas lo dari hidup gue. Please bantu gue,” isak seorang gadis di dekat sebuah batu nisan. Terukir:
Alvin Jonathan
1997-2014
Tidak ada yang tahu sudah berapa lama gadis itu duduk di sana, menangisi kepergian sahabatnya yang paling ia sayangi. Semilir angin berhembus membelai rambut Sivia pelan, ia menolehkan kepalanya dan melihat bayangan Nathan berdiri di hadapannya sambil tersenyum manis.
“Via, gue tahu kok kalo lo itu kuat. Lo itu sahabat gue yang paling tegar, mungkin Tuhan mau lo ngebuktiin kalo lo itu sebenarnya bisa tanpa ada gue sekalipun.”
“Nathan, tapi gue takut sendirian. Gue takut gak ada lo di samping gue.”
Ia kembali tersenyum ringan, “Gue gak akan pernah ninggalin lo. Ingat liontin itu, dan ingat dandelion itu. Lo gak perlu sedih dan takut, karena lo gak pernah sendiri. Gue akan selalu ada bersama lo. Jangan sia-siain hidup lo nangisin gue, Via. Udah cukup dua bulan ini saja. Lo harus bisa ngeliat ke depan. Hidup lo masih panjang. Temen lo bukan cuma gue. Lo pasti bisa.”
“Nathan…,” rintih Via
“Gini deh, gue bakal ngasih lo hadiah kecil, dan setelah lo dapat hadiah itu, lo harus janji sama gue kalo lo gak bakal kayak gini terus. Oke?”
“Hadiah apa, Than?”
“Bentar lagi juga lo tahu. Pokoknya lo janji ya?”
“Iya. Gue janji.”
“Oke, kalo begitu, sekarang tutup mata lo.”
Sivia menurut dan memejamkan kedua kelopak matanya
“1, 2, 3…”
Sivia membuka kedua matanya. Ia mendapati dirinya duduk di samping nisan Nathan tempat ia menangis tadi. Ia tidak melihat siapa-siapa.
“Jadi, tadi itu cuma mimpi? Hhhh…,” ia menghela nafas kecewa, mengingat-ingat apa yang terjadi di mimpinya. Tiba-tiba, angin kembali berhembus. Ia menoleh ke sebelah kanannya. Di atas nisan Nathan, ia melihat dua tangkai bunga dandelion kecil di sana. Ia segera bangkit berdiri dan melihat ke kanan dan kiri. Ia tidak melihat bayangan Nathan.
“Lo, udah dapet hadiahnya. Sekarang lo harus tepatin janji lo ya, Via,” ia mendengar bisikan kecil bersama dengan hembusan angin sejuk di telinganya. Senyum kecil merekah di wajahnya yang dulu chubby.
“Iya, gue janji,” balasnya berbisik pada angin lalu.
Ia kemudian mengambil satu dari dua dandelion yang ia temukan tadi. Ia memejamkan matanya dan mengucap pelan, “bilang sama Nathan kalau aku akan lebih kuat sekarang, dia gak perlu terlalu cemas ataupun khawatir. Bilang semoga dia baik-baik saja di sana,” kemudian ia meniup bunga dandelion itu ke angkasa. Membiarkan setiap bunga-bunga kecil itu terbang mengalir bersama angin. Ia tersenyum kecil.
Kini, memang tinggal cerita kita yang tersisa di bumi ini. Hanya satu harapanku. Semoga di lain waktu, di lain kehidupan, kita bisa bertemu lagi. Mungkin, aku tak lagi ingat siapa kamu dan juga siapa diriku. Mungkin pula, aku tak lagi berwujud manusia. Tapi... semoga hidup ini mampu membawa kenangan. Kenangan yang akan mempertemukan kita dikehidupan nanti. Aku menyayangimu, sahabatku. Selamat tinggal Nathan, aku tak akan melupakanmu.
Gadis itu bangkit berdiri. Ia berjalan perlahan meninggalkan tempat peristirahatan abadi sahabatnya. Ya, gadis itu siap memulai kembali lembaran dalam hidupnya.

Semoga dirimu di sana
Kan baik-baik saja
Untuk selamanya
Di sini aku kan selalu
Rindukan dirimu
Wahai sahabatku
                                        
 “Eh, lo tau gak sih? Buku best seller itu sebenarnya kisah nyata dari penulis sama sahabatnya?”
“Hah? Masa? Novelis Sivia Priscillia itu kan?”
“Iya. Novelnya bagus banget tahu. Lo belom baca?”
“Belom. Judulnya apa sih? Gue mau beli nih.”
“Yahh…masa judulnya aja lo gak tahu? Novelnya laris dimana-mana, lo bisa kehabisan kalo gak cepat beli. Judulnya ‘Janji Dandelion’.”
                                        
END