Thursday, 22 October 2015

Library




Belajar vs Bermain


            Apa yang dapat kita lakukan ketika kita bosan di sekolah? Jawabannya sebenarnya sangat banyak. Kita dapat mengganggu teman, keliling-keliling lorong kelas, duduk sebangku dengan teman, mengobrol, dan lain-lain. Namun ada satu kegiatan bermanfaat yang dapat dilakukan di sekolah, yaitu mengunjungi perpustakaan. SMP dan SMA Santa Ursula Jakarta memiliki sebuah gedung perpustakaan yang terdiri atas empat lantai. Di setiap lantainya terdapat aneka kegiatan masing-masing. Membaca buku tidak dijadikan tujuan utama saat mengunjungi gedung putih ini.
            Angin sepoi-sepoi yang keluar ketika pintu perpustakaan dibuka mengundang siapapun yang berada di dekat gedung untuk masuk ke dalamnya. Bangunan tinggi berwarna putih yang tampak sangat kokoh ini terletak disebelah sebuah kolam ikan dan taman kecil yang penuh dengan berbagai tanaman. Menapakkan kaki memasukki perpustakaan ini sungguh membangkitkan rasa penasaran Anda. Sebelum melakukan aktivitas, siswa diwajibkan untuk absen pada komputer yang disediakan. Kaki pun tergerak untuk belok ke sisi kiri perpustakaan, dimana dikanan dan kiri sisi tersebut terdapat sofa-sofa yang gendut berwarna hijau sebagai ciri khas warna sekolah ini. Membaca majalah National Geographic dan beberapa majalah remaja sambil duduk di sofa tersebut membuat jiwa terasa begitu tenang. Keheningan para pengunjung membuat mata terpejam perlahan-lahan. Di ujung ruangan, tampak sebuah teras panjang berwarna coklat seperti sebuah panggung. Teras tersebut terlihat sangat nyaman yang digunakan oleh siswa untuk membaca buku sambil tiduran, membuat prakarya bersama, mengobrol dengan tmena-teman, bermain dan untuk beristirahat. Mencoba untuk berbaring di sana sambil menikmati udara yang dingin, dan memejamkan mata merupakan hal yang tidak boleh dilewatkan. Tidak lupa, perpustakaan juga menyediakan banyak saklar sebagai tempat untuk mengecharge HP dan laptop para siswa. Lantai satu perpustakaan ini merupakan tempat yang sangat tepat untuk belajar dengan posisi yang nyaman sambil bermalas-malasan.
            Melangkahkan kaki ke lantai dua perpustakaan merupakan keinginan setiap siswa yang hendak membaca dongeng, buku-buku sastra, dan novel berbagai usia. Di lantai ini, tersedia cukup banyak rak-rak buku berwarna coklat muda seperti layaknya sebuah toko buku. Di setiap sela satu rak panjang, terdapat meja untuk membaca buku. Disamping meja dan rak buku ini, juga terdapat sebuah kelas untuk pembelajaran yang dibatasi oleh pintu kaca. Kelas ini hanya dipakai beberapa kali oleh guru-guru dengan papan tulis kaca dalam kondisi tertentu, misalnya saat kelas tidak memiliki layar proyektor. Para siswa yang sedang membaca dapat melihat kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh teman lainnya di kelas tersebut. Di sudut lain lantai ini terdapat sebuah area untuk membaca buku-buku cerita yang dilengkapi dengan sofa hijau untuk kenyamananan pengunjungnya.                           

            Mengunjungi lantai tiga perpustakaan ini juga sungguh bermanfaat bagi kita yang ingin membaca buku-buku pengetahuan. Disuatu sudut ruangan, lantai ini menyediakan buku-buku eksiklopedia. Sudut ini tampak terlihat menyendiri dan sepi. Di sudut lain lantai ini juga memberikan kenyamanan dengan rak-rak berwarna coklat yang tersusun rapi berjejer dikanan dan kiri ruangan. Ditengah-tengah susunan rak, terdapat sofa-sofa yang dilengkapi sebuah meja. Tidak hanya sofa untuk duduk dengan rileks, terdapat pula kursi-kursi putar dan meja yang dapat digunakan bagi siswa yang ingin membaca dengan lebih efisien.  Di tengah ujung ruangan terdapat sebuah jendela yang berukuran sangat besar. Di jendela tersebut, kita dapat melihat mengamati siswi-siswi yang sedang berolahraga di lapangan parkir. Selain itu, kita juga dapat menikmati pemandangan berupa pohon-pohon yang cukup rindang di jalan raya, dan gedung-gedung disekitarnya. Disebelah jendela ini, terdapat sebuah meja yang dilengkapi 4 kursi putar yang dapat digunakan siswa. Membaca sambil menikmati pemandangan dijendela ini sangatlah nyaman. Siswa juga dapat duduk dilantai untuk membaca buku bersama maupun mengobrol dan bermain bersama. Di lantai ini terdapat pula toilet pria dan wanita yang cukup banyak.

            Rasanya sudah sangat lelah jika kita menaikki lantai empat gedung ini. Namun, kelelahan yang dirasakan terbayar dengan fasilitas-fasilitas dilantai ini. Lantai ini menyediakan banyak komputer berjejer dan banyak earphone yang dapat digunakan para siswa. Tidak hanya itu, siswa dapat meminjam salah satu DVD dan VCD untuk ditonton di komputer atau di televisi perpustakaan. DVD yang ditawarkan ada beraneka ragam, antara lain terdapat film-film yang pernah ditayangkan di bioskop, film-film action luar negeri, kartun-kartun remaja, dan sebagainya. Di sudut lain ruangan, juga terdapat sebuah TV berukuran besar yang dilengkapi dengan sofa hijau yang berjumlah cukup banyak. Kita dapat menonton film bersama-sama disini sambil menikmati pemandangan jendela yang besar. Lantai ini cukup tinggi, sehingga kita dapat melihat dengan lebih jelas pelosok-pelosok dan gedung-gedung seperti Masjid Istiqlal, Cathedral dengan jangkauan yang lebih luas. Di dekat rak-rak CD, terdapat pula pajangan karya-karya para siswi SMP maupun SMA Santa Ursula yang sangat menarik untuk dilihat, seperti topeng, clay, lukisan dan berbagai karya lainnya. Ruangan ini juga menyediakan rak khusus untuk menyimpan buku tahunan para siswa SMP dan SMA Santa Ursula dan album-album kenangan dari era 70-an sampai sekarang. Para siswa dapat melihat-lihat album dan buku tahunan pad arak tersebut. Selain itu, dibelakang rak tersebut, terdapat suatu ruangan yang tampak menyendiri. Ruangan tersebut dilengkapi dengan sofa dan beberapa komputer khusus untuk para guru. Ruangan ini terletak terpojok dan dibatasi oleh rak-rak tinggi perpustakaan. Diruangan ini, banyak terdapat kaset dan CD kegiatan-kegiatan sekolah Santa Ursula dan beberapa CD lagu yang dapat ditonton dan didengarkan pengunjung.

            Saya sangat bangga dengan sekolah Santa Ursula yang menyediakan perpustakaan sebagai sebuah tempat yang tidak hanya untuk membaca, tetapi kita dapat merasa santai berada di sebuah perpustakaan. Kita dapat menambah pengetahuan melalui berbagai sarana informasi yang disediakan sambil mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Perpustakaan ini hanya dapat digunakan oleh siswi-siswi yang bersekolah di SMP dan SMA Santa Ursula. Namun, perpustakaan ini dibuka dan dapat digunakan oleh umum saat open house sekolah. Mari berkunjung ke perpustakaan Santa Ursula J

Wednesday, 14 October 2015

Janji Dandelion

Hii! gue mau ngepost cerpen yang pernah gue buat bareng 2 orang temen gue..
Selamat membaca! :D




JANJI DANDELION

Hari itu adalah hari yang indah. Terlihat sekelompok anak sedang bermain layangan, suara riang dan gelak tawa menyelimuti suasana taman itu. Tak ada yang menyadari, di salah satu pojok taman, terdengar suara tangis di antara bisikan angin. Seorang gadis kecil meringkuk memeluk lututnya di balik rerumputan. Isakan-isakan kecil lolos dari mulutnya.
Di tengah derai tangisnya, gadis itu tidak merasakan kehadiran orang lain yang kini duduk di sampingnya. Seorang anak laki-laki tengah memberi senyuman padanya. Ajaib. Ketika gadis kecil itu menengok pada ‘teman’ baru itu, air mata berhenti mengalir dari kedua bola matanya.
“K-kamu siapa?” tanya gadis kecil itu.
“Namaku Nathan. Alvin Jonathan,” balasnya ramah, “siapa namamu?”
“Aku…namaku Sivia Priscillia, tapi papa dan mama memanggilku Sivia.
“Kalau begitu, aku akan memanggilmu Via saja. Via, kenapa kamu menangis?” tanyanya.
“Papa dan mama jahat, mereka bohong. Padahal hari ini ulang tahunku dan kami akan pergi ke taman hiburan, tetapi mereka malah sibuk bekerja,” jawab gadis itu diselingi segukan-segukan kecil yang kini muncul kembali di antara kalimatnya.
“Kamu tidak perlu menangis, mereka tidak akan ingkar janji kepadamu,” hibur Nathan lembut.
“Tapi-tapi…” Sivia malah mulai menangis lagi.
“Sshhhstt…jangan menangis. Sini, ikut aku. Aku akan menunjukkan sesuatu yang menarik padamu.”
Anak laki-laki itu membawa Sivia ke sebuah padang rumput di dekat taman itu.
“Kita mau apa ke sini?”
“Tunggu sebentar,” Nathan kemudian melepaskan genggaman tangannya pada Sivia dan mulai berjongkok mencari sesuatu di antara rerumputan.
Tak lama kemudian…
“Ketemu!” serunya riang, “Sivia, berhentilah menangis, ayo kemari.”
“Itu apa?” Sivia perlahan berjalan menghampiri Nathan.
“Ini dandelion. Kata mamaku, bunga ini adalah bunga penyampai pesan. Bunga ini juga akan membawa pergi semua kesedihanmu,” terangnya.
“Benarkah? Bagaimana bisa?”
“Sini,” Nathan kemudian memberikan bunga dandelion itu ke genggaman Sivia, “katakan apa yang ingin kamu sampaikan pada papa dan mamamu, lalu tiuplah bunga itu. Setiap bunga kecil dari bunga itu akan pergi membawa kesedihan dan menyampaikan pesanmu itu.”
Via hanya mengangguk kecil dan menuruti kata-kata Nathan, ia menarik nafas dan meniup bunga itu sekencang-kencangnya.
“Bunga dandelion yang cantik, tolong sampaikan pada papa dan mama supaya mereka cepat pulang ya. Via mau ngerayain ulang tahun Via bareng papa sama mama,” Sivia mengucap pelan sambil memejamkan matanya.
“Terima kasih,” Sivia menoleh pada anak laki-laki itu dan tersenyum manis, “kamu benar, kesedihanku seperti ikut terbang bersama mereka, aku lebih lega sekarang.”
“Baguslah kalau kamu tidak sedih lagi, wajah menangismu itu sangat jelek tahu,” ejek Nathan seraya menjulurkan lidahnya.
“Ihh… enak saja. Via ini manis tahu,” balasnya dengan muka cemberut.
“Hahaha, mukamu bertambah jelek saja kalau begitu. Hahaha,” Nathan malah bertambah semangat meledek Via kecil.
“Nathan jahat! Nanti Via nangis lagi nih!” ancamnya masih dengan bibir yang dimajukan.
“Eh, jangan! Iya deh, aku nggak ngeledekin lagi, tapi jangan nangis lagi ya,” seru Nathan panik.
Melihat reaksi Nathan yang mulai panik, Via malah tersenyum geli, “hihi, reaksi kamu lucu deh. Iya. Via janji nggak bakal nangis lagi.”
“Janji ya?” tanyanya sambil mengacungkan jari kelingkingnya ke hadapan Via.
Via terdiam sejenak, “iya, Via janji deh.”


Ya, itulah titik awal persahabatan mereka. Pertemanan polos khas anak-anak, yang mengenang di ingatan masa kecil mereka. Tak disadari, sudah 11 tahun berlalu. Dari anak perempuan dan laki-laki kecil berusia 7 tahun, kini mereka telah tumbuh menjadi remaja 18 tahun yang cantik dan tampan.
Tapi, tidak ada yang abadi dalam hidup ini. Ketika ada suatu perjumpaan, suatu saat akan ada pula perpisahan.
“Lo beneran harus pergi, Than?” tanya seorang gadis, Via.
“Ya iyalah, gue kan udah keterima di univ sana, masa iya gue gak jadi pergi?” sahut laki-laki di hadapannya itu, Nathan.
Air mata mulai muncul di pelupuk mata gadis itu, “t-tapi lo janji ya bakal contact gue di sana?”
“Iyaa, gue janji Via tembem. Lo juga jangan lupain gue ya. Sekarang kan banyak socmed, gue bakal sering-sering contact lo.”
“Kalo lo terlalu asyik di sana sampe lupa sama gue gimana? Terus kalo gue sedih siapa dong yang bisa nemenin gue?” gadis itu mulai panik.
“Aduh, lo itu emang gak berubah ya. Dari kecil sampe sekarang masih aja bawel. Gue gak bakal ngelupain elo, sahabat yang paling gue sayang. Kalo lo sedih, liat aja liontin ini, ini bukti kalo gue bakal selalu ada sama lo,” jawab Nathan sambil memberikan seuntai kalung dengan liontin berbentuk bunga.
“Than, bunga ini kan…”
“Iya, dandelion. Bunga kenangan dari mama gue, juga kenangan kita. Lo inget kan?”
“Iya, gue inget kok. Makasih ya. Gue janji gak bakal ngelupain lo dan akan sering ngehubungin lo.”
“Sip. Lo jaga diri ya selama gue gak ada,” jawab Nathan sembari menatap mata Sivia.
Tatapan. Tatapan mata itu sungguh penuh arti. Sulit untuk mengartikan arti dari sebuah tatapan. Begitupun dengan hati. Hati sangat sulit didengar, sangat sulit dirasakan.
Seketika, Sivia memeluk Nathan.  
Tesss. Tak disadari, air mata Nathan terjatuh. Dibalik pelukannya, Sivia pun demikian. Tak ada satupun kata terucap diantara keduanya. Hanya ada perasaan cemas dan sakitnya perpisahan yang memenuhi hati kedua insan itu.
Pesawat FA271 tujuan Paris akan segera berangkat. Penumpang dipersilakan untuk segera  melakukan boarding.
Secepat kilat. Keduanya saling menghapus air matanya. Menghapuskan kesedihan. Menyembunyikan perasaan sedih dan kehilangan. Pelukan hangat itu pun terlepas.
“Tuh, pesawat gue udah mau berangkat. Gue pergi ya,” sahut Nathan setelah mendengar pengumuman sambil tersenyum menutupi kesedihannya.
“Hati-hati ya. Lo juga jaga diri di sana!” seru Sivia melambaikan tangannya pada Nathan yang mulai membalikkan badan ke arah Oma dan papanya yang telah menunggu di dekat gate untuk mengucapkan salam perpisahan.
Gadis itu tidak tahu, bahwa saat itu, mungkin akan menjadi terakhir kali ia bertatapan secara langsung dengan sahabat tersayangnya.
Bila kau harus pergi
Meninggalkan diriku
Jangan lupakan aku
                                        
Teng.. Teng… Jam dirumah Sivia berbunyi. Waktu menunjukkan tepat pukul 12 malam. Di tempat tidurnya, mata Sivia sudah terpejam. Tampak selimut menutupi tubuhnya dengan hangat.
“Hai Sivia,” tiba-tiba Nathan muncul dihadapannya. Terlihat Nathan mengenakan baju putih bersih. Ia tampak sungguh tampan.
“Hai…,” jawab Sivia dengan terbata-bata tertegun melihat Nathan.
Nathan bergerak ingin memeluk Sivia. Sivia pun membuka tangannya untuk menerima pelukan Nathan.
Namun, tangan Nathan dan Sivia tak mampu bersentuhan.
“Nathan, kenapa gue gak bisa nyentuh lo?” tanya Sivia dengan nada terisak.
“Sivia, gue harus pergi,” Nathan melambaikan tangan pada Sivia.
“Nathan! Lo cuma bercanda kan?” bentak Sivia.
“Maaf, gue gak bisa nemenin lo lagi. Waktu gue udah abis,” jawab Nathan lirih.
“Bohongg… Gak mungkinnnnnn!!!! Semua ini bohonggggg,” teriak Sivia.
“Selamat tinggal Sivia. Selamat tinggal sahabatku,”
Perlahan, sosok Nathan menghilang dalam kegelapan
“Nathaannnn! Jangan pergiiiii!” Sivia berteriak dengan suara keras. Tak disadari, Sivia terbangun dari tidurnya.
Mimpi. Syukurlah itu hanya mimpi. Apa arti mimpi itu? Tanya Sivia dalam hati.
                                       
Hari itu adalah malam yang senyap. Gadis itu sedang makan malam bersama dengan papa dan mamanya sambil menyaksikan acara di TV. Gerakan tangan papanya yang tengah mengganti-ganti channel TV berhenti di suatu acara berita. Kecelakaan Pesawat.
Selamat malam pemirsa, kami mendapat berita bahwa pesawat FA271 tujuan Paris telah kehilangan kontak dengan sentral komunikasi dan masih belum diketahui keberadaannya. Diperkirakan, pesawat yang direncanakan sampai di Charles de Gaulle Airport mulai kehilangan jejak sejak terbang melewati perbatasan antara Eropa dan Asia.
Jantung Sivia seakan-akan berhenti sesaat mendengar berita tersebut.
Nathan.
Nathan.
Pikirannya segera tertuju pada Nathan.
“Ma, Pa, Nathan. Nathan naik pesawat itu, Ma. Nathan ada di pesawat itu,” Sivia panik, ia kalut.
“Kamu serius, sayang?”
“Serius ma….,” Sivia tak mampu berkata-kata lagi.
Pikiran Sivia sangat kacau. Berita itu benar-benar membuat Sivia ketakutan. Ya, takut. Takut akan kehilangan sosok Nathan yang begitu ia sayangi.
Mimpi. Aku teringat mimpi itu. Ya Tuhan, tolong jawab aku. Apa maksud mimpi itu? Apa ini maksud dari mimpi itu? Aku akan kehilangan Nathan. Benarkah ini Tuhan? Ku mohon, semoga ini hanya mimpi. Siapapun… tolong… tolong bangunkan aku… .
Tidak. Ternyata Sivia tidak bermimpi. Ini kenyataan. Benar-benar kenyataan yang sangat pahit.
Nathan… lo dimana? Apa lo selamat? Dimanapun lo berada. Seperti apapun keadaan lo saat ini. Gue harap semoga lo baik-baik aja. Tuhan, tolong selamatkanlah Nathan…
Tak henti-hentinya pikiran Sivia terpusat pada Nathan. Tak pikir panjang lagi, Sivia cepat-cepat menuju Bandara Soekarno-Hatta.
“Tunggu Siviaaa,” teriak papa dan mama.
Sivia menunggu kabar mengenai hilangnya pesawat Nathan. Berjam-jam waktu berlalu, namun belum ada kabar mengenai pesawat itu.
Deg… deg... deg... Jantung Sivia berdebar kencang. Ketakutan menyelimuti pikirannya. Sivia tak mampu memejamkan matanya semalaman, hatinya terlalu kacau untuk dapat mengistirahatkan tubuhnya.
                                         

Pagi yang cerah. Tak ada awan dilangit. Langit tampak bersih dengan warna birunya. Tap... tap... bunyi langkah kaki berlalu lalang menghiasi suasana pagi.
“Mbak, bangun mbak,” seorang petugas kebersihan membangunkan Sivia.
“Oh iya mas, maaf maaf,” Sivia pun terbangun dari tidurnya.
Ia baru saja tertidur selama 2 jam setelah menunggu datangnya kabar dari pihak penerbangan.
Bagi para penunggu informasi kecelakaan pesawat, kami mohon maaf karena masih belum ada informasi lebih lanjut dari pihak penerbangan.
Terdengar bunyi pengumuman menggema diseluruh isi bandara. Sivia pun memutuskan untuk pulang dan menunggu kabar dirumah.
                                           
Dua hari berlalu sejak berita kecelakaan itu diberitahukan. Sivia tak juga mendapat kabar mengenai pesawat tersebut. Besar harapannya akan kepulangan Nathan dengan selamat.
Kringggggg…
“Halo,” Sivia mulai mengangkat telepon itu.
“Halo, Sivia? Ini dengan papa Nathan,” jawab telepon itu.
“H-Halo Om. Apakah sudah ada kabar mengenai Nathan?” tanya Sivia dengan nada penuh ketakutan. Sivia tak siap mendengar kabar mengenai Nathan.
“Begini Sivia, Om harap kamu dapat mendengarkan berita ini dengan baik. Baru saja pihak penerbangan menelpon Om dirumah. Sivia….,” seketika terdengar isakan tangis papa Nathan.
“Om kenapa? Ada apa? Tolong jawab saya Om,” pinta Sivia dengan penuh kekhawatiran.
“Nathan sudah tidak ada. Tak ada yang selamat dari kecelakaan pesawat itu. Jasadnya akan segera dipulangkan ke Indonesia,” jawab Om dengan terbata-bata diiringi isakan tangis yang mendalam.
Nafasnya serasa tercekik. Sekujur tubuhnya membeku. Bagai kilasan telenovela, telepon yang ia pegang lepas dari genggaman tangannya.  Ia jatuh terduduk di lantai, badannya lemas seketika.
Air mata mulai menetes dari mata Sivia. Satu tetes, dua tetes. Setiap butiran air mata terus berjatuhan, membentuk aliran sungai kecil di pipi mulusnya.
“Sivia sayang, kenapa kamu nangis?” seketika mama Sivia menghampirinya.
“Nathan, Ma… Nathan. Nathan meninggal,” jawab Sivia dengan isakkan tangis. Ia segera memeluk mamanya.
Hidup. Kehidupan. Tidak ada yang mengetahui waktu pertemuan. Tidak ada pula yang mengetahui waktu perpisahan. Suatu saat nanti, kehidupan akan berakhir, dan kematianlah yang mengakhirinya.
                                           
Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Jasad seluruh korban kecelakaan pesawat tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Begitupun dengan Nathan. Kini Nathan kembali tanpa nyawa.
Sivia memasukki ruangan yang berisi korban kecelakaan. Ia berdiri disebelah peti Nathan. Nathan tak berwujud lagi. Hanya bagian-bagian tubuhnya yang ditemukan.
“Nathann…,” Sivia mulai menangis lagi.
Sivia mulai menatap bagian-bagian tubuh Nathan. Tubuh itu sudah berwarna pudar sekarang. Darah yang membalut tubuhnya sudah membeku. Tiada lagi kehidupan di dalam diri Nathan.
Nathan. Kenapa kamu pergi secepat ini? Kenapa kamu meninggalkan aku sendiri?
Tak henti-hentinya Sivia menangis. Meratapi kepergian Nathan. Masih tak dapat dipercaya oleh Sivia. Nathan telah pergi. Jauh. Jauh darinya. Hancur sudah. Semuanya telah berakhir. Saat ini. Di waktu ini.
Tuhan… andai aku bisa meminta satu hal, aku akan meminta, hidupkanlah dia. Kembalikanlah nyawanya.
Sivia terus menatap peti kayu tempat raga tak berenyawa itu terbaring. Tak sanggup dan tak mampu menerima kepergian Nathan.
                                        
Wuss…. Angin menerpa pepohonan didekat sebuah makam. Sebuket bunga mawar diletakkan  di atas tanah.
Rasanya ingin sekali gadis itu menemani Nathan didalam tanah, menemaninya dalam kegelapan, kesunyian, dan kedinginan yang abadi.
“Nathan, udah dua bulan sejak lo pergi. Lo gak kasihan sama gue yang nangis setiap hari gara-gara lo? Kok lo tega sih sama gue? Gue udah sebelas tahun sahabatan sama lo. Lo tuh udah kayak kakak yang nggak pernah gue punya selama ini. Lo yang selalu ngejaga gue, ngajarin gue. Selama ini, gue hampir selalu sama lo. Kalo lo pergi tiba-tiba begini, gue harus gimana? Gue masih gak bisa ngelepas lo dari hidup gue. Please bantu gue,” isak seorang gadis di dekat sebuah batu nisan. Terukir:
Alvin Jonathan
1997-2014
Tidak ada yang tahu sudah berapa lama gadis itu duduk di sana, menangisi kepergian sahabatnya yang paling ia sayangi. Semilir angin berhembus membelai rambut Sivia pelan, ia menolehkan kepalanya dan melihat bayangan Nathan berdiri di hadapannya sambil tersenyum manis.
“Via, gue tahu kok kalo lo itu kuat. Lo itu sahabat gue yang paling tegar, mungkin Tuhan mau lo ngebuktiin kalo lo itu sebenarnya bisa tanpa ada gue sekalipun.”
“Nathan, tapi gue takut sendirian. Gue takut gak ada lo di samping gue.”
Ia kembali tersenyum ringan, “Gue gak akan pernah ninggalin lo. Ingat liontin itu, dan ingat dandelion itu. Lo gak perlu sedih dan takut, karena lo gak pernah sendiri. Gue akan selalu ada bersama lo. Jangan sia-siain hidup lo nangisin gue, Via. Udah cukup dua bulan ini saja. Lo harus bisa ngeliat ke depan. Hidup lo masih panjang. Temen lo bukan cuma gue. Lo pasti bisa.”
“Nathan…,” rintih Via
“Gini deh, gue bakal ngasih lo hadiah kecil, dan setelah lo dapat hadiah itu, lo harus janji sama gue kalo lo gak bakal kayak gini terus. Oke?”
“Hadiah apa, Than?”
“Bentar lagi juga lo tahu. Pokoknya lo janji ya?”
“Iya. Gue janji.”
“Oke, kalo begitu, sekarang tutup mata lo.”
Sivia menurut dan memejamkan kedua kelopak matanya
“1, 2, 3…”
Sivia membuka kedua matanya. Ia mendapati dirinya duduk di samping nisan Nathan tempat ia menangis tadi. Ia tidak melihat siapa-siapa.
“Jadi, tadi itu cuma mimpi? Hhhh…,” ia menghela nafas kecewa, mengingat-ingat apa yang terjadi di mimpinya. Tiba-tiba, angin kembali berhembus. Ia menoleh ke sebelah kanannya. Di atas nisan Nathan, ia melihat dua tangkai bunga dandelion kecil di sana. Ia segera bangkit berdiri dan melihat ke kanan dan kiri. Ia tidak melihat bayangan Nathan.
“Lo, udah dapet hadiahnya. Sekarang lo harus tepatin janji lo ya, Via,” ia mendengar bisikan kecil bersama dengan hembusan angin sejuk di telinganya. Senyum kecil merekah di wajahnya yang dulu chubby.
“Iya, gue janji,” balasnya berbisik pada angin lalu.
Ia kemudian mengambil satu dari dua dandelion yang ia temukan tadi. Ia memejamkan matanya dan mengucap pelan, “bilang sama Nathan kalau aku akan lebih kuat sekarang, dia gak perlu terlalu cemas ataupun khawatir. Bilang semoga dia baik-baik saja di sana,” kemudian ia meniup bunga dandelion itu ke angkasa. Membiarkan setiap bunga-bunga kecil itu terbang mengalir bersama angin. Ia tersenyum kecil.
Kini, memang tinggal cerita kita yang tersisa di bumi ini. Hanya satu harapanku. Semoga di lain waktu, di lain kehidupan, kita bisa bertemu lagi. Mungkin, aku tak lagi ingat siapa kamu dan juga siapa diriku. Mungkin pula, aku tak lagi berwujud manusia. Tapi... semoga hidup ini mampu membawa kenangan. Kenangan yang akan mempertemukan kita dikehidupan nanti. Aku menyayangimu, sahabatku. Selamat tinggal Nathan, aku tak akan melupakanmu.
Gadis itu bangkit berdiri. Ia berjalan perlahan meninggalkan tempat peristirahatan abadi sahabatnya. Ya, gadis itu siap memulai kembali lembaran dalam hidupnya.

Semoga dirimu di sana
Kan baik-baik saja
Untuk selamanya
Di sini aku kan selalu
Rindukan dirimu
Wahai sahabatku
                                        
 “Eh, lo tau gak sih? Buku best seller itu sebenarnya kisah nyata dari penulis sama sahabatnya?”
“Hah? Masa? Novelis Sivia Priscillia itu kan?”
“Iya. Novelnya bagus banget tahu. Lo belom baca?”
“Belom. Judulnya apa sih? Gue mau beli nih.”
“Yahh…masa judulnya aja lo gak tahu? Novelnya laris dimana-mana, lo bisa kehabisan kalo gak cepat beli. Judulnya ‘Janji Dandelion’.”
                                        
END

Friday, 9 October 2015

Pilihlah karena pilihan ada di tangan Anda



Gue abis browsing nih, dan gue menemukan 3 quotes yang menurut gue paling bagus untuk dishare..


Gue suka banget sama kata-kata ini. Bener bangetttt! Bahagia itu pilihan. Mau atau tidaknya tergantung kita. Rasa bahagia hidup dalam kesederhanaan maupun dalam kelimpahan harta tentu tergantung bagaimana setiap orang meihatnya. Jika kita mampu melihat semua hal sebagai sesuatu yang baik, dan tidak terus menerus mencari sesuatu, tentu kita akan lebih dapat merasakan apa arti kebahagiaan itu. Ada orang yang bahagia karena mempunyai banyak harta, ada juga yang bahagia karena rasa syukur yang dimiliki, bahagia itu bermacam-macam. Tidak semua hal dapat membuat kita merasa bahagia. Until you choose to be happy. Kunci yang utama saat kita melakukan sesuatu adalah kita dapat merasa senang. Jika kita senang, apapun yang kita lakukan akan terasa ringan, seberat apapun itu.
 






Yap. Hidup itu berasal dari karma kita sendiri. Pernah gak sih, ketika kita melakukan kebaikan, kita mendapat kebaikan juga? tentunya tidak selalu begitu. Kita tidak perlu mengharapkan imbalan atas kebaikan yang kita lakukan. Karena karma selalu berperan. Karma mengiringi hidup kita kemanapun kita pergi. Apa yang kita lakukan, akan perlahan-lahan menentukan arah hidup kita. Hidup adalah pilihan. Terserah kita mau memilih antara melakukan perbuatan baik untuk banyak orang atau memperbanyak musuh kita. Semua yang kita lakukan terhadap orang lain pada akhirnya juga akan berbuah pada diri kita sendiri. 





 Bersyukur. Satu hal yang sederhana, tetapi kita selalu lupa. Terkadang, ketika saya sedang sendirian, muncul  pertanyaan dipikiran saya,kenapa sih saya bisa datang ke dunia dan terlahir sebagai seorang manusia? apa ini sudah takdir saya? Saya sangat kagum melihat apa yang saya miliki. Saya punya tangan, kaki, dan banyak hal yang membuat saya mampu untuk berkata bahwa Sang Pencipta sungguhlah luar biasa. Ada berbagai ilmu di dunia ini yang menerangkan mengenai tubuh manusia, pengobatan penyakit, asal usul kehidupan, dan sebagainya. Sang Pencipta telah menciptakan begitu lengkap, dan mungkin 'sempurna'. Sebenarnya tak ada yang perlu disesali dalam hidup. Lebih baik terlahir menjadi manusia atau menjadi binatang? atau mungkin menjadi yang lain. Sebagai manusia, kita mampu merasakan cinta dan memberikan kasih kepada semua makhluk. Meskipun terkadang hidup terasa tak adil, ada orang kaya, ada orang miskin; ada orang yang tubuhnya tak sempurna, ada orang yang tubuhnya sempurna; ada orang yang sangat cantik, ada yang biasa saja.. tiada yang sempurna, bahkan tiada yang abadi. Semua bisa berubah secepat kilat. Sewaktu saya sakit dan sangat lemas untuk sekolah, dalam hati saya, saya baru merasa bahwa saya bukan apa-apa. Apalah arti hidup tanpa kesehatan? Hendaknya kita bersyukur atas apa yang kita miliki. Kita harus mampu menyadari bahwa hidup itu sangat berharga. Hidup tak dapat dibeli dengan apapun, hidup hanya satu kali. Lakukan yang terbaik, agar Anda dapat tersenyum suatu saat nanti.



Penemuan Jati Diri





Pada 5-7 Oktober lalu, SMA Santa Ursula mengadakan retret, retret dibagi menjadi  2 gelombang, dan tempat retretnya pun terpisah-pisah. Saya dan Cynthia mengikuti  retret Penemuan Jati Diri karena kami non-katolik.  Hanya ada 33 orang yang mengikuti retret ini, kesannya menjadi seperti retret pribadi. Retret kami berlokasi di Griya Alam Ciganjur.                                                
Kami tiba pada sekitar pk. 12.30, kami diberi istirahat sampai pk. 14.00 untuk menunggu waktu pembagian kamar. Saat menunggu, kami diijinkan berkeliling area retret. Tempat retret kami sangat luas dan asri, seperti bukan di daerah Jakarta. Begitu banyak pohon-pohon rindang, bahkan seperti kebun binatang. Di sana, terdapat rusa, bebek dalam kandang yang besar, dan beberapa kandang yang didalamnya tidak terdapat binatang. Pada siang hari, meskipun di sana sudah cukup rindang, masih terasa sangat panas. Saya dan beberapa teman saya berfoto sambil menikmati binatang-binatang di sana.                                                                                                                                                 
Setelah berkeliling, kami memasuki kamar masing-masing dan membereskan barang-barang kami. Kamar di sana cukup nyaman, tetapi ada beberapa kamar yang lampunya sangat redup, dan banyak nyamuk. Saya mendapat kamar dengan lampu yang terang, dan tidak begitu banyak nyamuk. Suasana kamar mandi cukup menakutkan, dan lorong kamar juga tampak seperti biara-biara. Kami pun memulai sesi pertama yang dimulai dengan perkenalan kakak pembina. Kakak pembina kami ada 2 yaitu Kak Danang dan Kak Tarto.  Di sana banyak waktu kami untuk beristirahat,  makanan dan camilan yang disediakan sangat banyak dan pastinya sangat enak. Pada malam hari, kami diberi materi mengenai grafik kehidupan, dimana kami diberikan lembaran yang sudah digambarkan sumbu kebahagiaan dan kesedihan. Kami diminta untuk melengkapi grafik itu yaitu menggambar seberapa banyak kesedihan dan kebahagiaan dalam hidup. Dibalik lembaran itu, kami diminta menulis kisah hidup kami dari bayi sampai kami berumur 17 tahun. Awalnya saya berpikir, bahwa itu sangat membosankan. Namun ternyata, tak saya sadari, saya berhasil menulis dengan panjang seperti essai biologi. Saya begitu menikmati dalam menulis hal itu, dan saat menulis, saya membayangkan kisah-kisah hidup saya. Setelah waktu sudah cukup malam yaitu pk.22.00, kami segera tidur.

AC dikamar sangat dingin, saya cukup merasa kedinginan saat bangun di pagi hari. Ketika sudah mandi, kami bersiap-siap menuju ruang pertemuan. Sebelum ke ruang makan untuk sarapan. Kami bersama-sama menuju ke sebuah paviliun. Di sana, kami duduk bersila, dan diminta untuk memejamkan mata. Suasana udara sangat sejuk dan saat memejamkan mata, terdengar banyak suara yaitu suara burung, ayam, rusa, dan bebek. Masing-masing dari kami juga diminta untuk mengamati sebuah benda di alam, dan menceritakan apa yang kita lihat itu. Saya mengamati air danau yang tenang dan menjadi tergenang seperti gelombang ketika tertiup angin. Alam mengajarkan kepada kita bahwa air layaknya seseorang yang hidupnya selalu tenang, dan terkadang diterpa masalah sehingga tergenang.

Pada hari ini, kami banyak bermain games yang dipandu oleh kedua kakak pembina kami. Ada games opposite, thumbs up, bola siku, berpacu dalam barisan, human crane, dan permadani terbang. Games yang paling berkesan bagi saya  adalah thumbs up. Dalam permainan ini, kami diminta untuk membentuk formasi lingkaran dan jempol kiri kami saling menggenggam satu sama lain, lalu seorang teman kami akan diangkat satu persatu layaknya anggota cheerleaders. Saya adalah orang pertama yang diangkat oleh teman-teman saya. Jujur, awalnya saya sangat takut dan tidak mau mencoba, tetapi atas dorongan dari teman-teman saya, saya pun berhasil diangkat. Ini adalah pengalaman pertama saya diangkat seperti itu, dan rasanya cukup menyenangkan. Kami juga diberi materi mengenai kekuatan sugesti. Kami diajarkan macam-macam pergerakkan tangan dan beberapa contoh nyata kekuatan sugesti. Kami juga ditunjukkan kekuatan sugesti dimana 4 orang teman kami diminta untuk maju dan mengangkat salah seorang teman kami dengan jari. Keempat teman saya itu tidak berhasil setelah 3 kali mencoba. Lalu ketika saya, Cynthia dan kedua teman saya yang lain diminta untuk maju, setelah mencoba yang kedua kalinya, teman kami berhasil kami angkat dari satu kursi ke kursi yang lain. Ternyata memang manusia mempunya kekuatan dalam pikirannya.

Pada malam hari, kami banyak melakukan permenungan. Setiap orang ditempatkan pada jarak yang cukup jauh sekitar 4 meter dengan membawa lilin dan buku tulis di luar ruangan retret. Suasana sangat dingin dan begitu gelap. Saat saya sendirian, saya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dibuku tulis. Saya merenung dan mulai memikirkan masa depan saya. Kalau dipikir-pikir, benar sekali apa yang dikatakan kakak pembina bahwa kita terlalu sibuk untuk meluangkan waktu bagi diri kita sendiri. Inilah saat yang tepat untuk kita berbicara pada diri kita sendiri. Memang banyak sekali gangguan saat merenung, diantaranya adanya pikiran-pikiran buruk yang muncul diiringi rasa takut. Setelah selesai, kami diajak berkumpul duduk melingkar di ruangan dengan lampu digelapkan. Kami diajarkan teknik untuk meredakan stres  yang kami lakukan bersama-sama sebanyak 2 kali.

Pada hari berikutnya, sebelum pulang, kami mendapat sebuah sesi  mengenai perencanaan hidup kami dimasa depan. Kami diberikan lembaran yang harus diiisi mengenai perencanaan masa depan kami. Kami juga diberikan selembar kertas kecil untuk kami tuliskan kata-kata motivasi dan dimasukkan ke dalam balon. Kami lalu menaruh balon itu ditengah-tengah ruangan. Setiap siswa mengambil satu balon yang telah berisi kata-kata motivasi itu dan memecahkan balon tersebut. Kami pun satu persatu membacakan isi surat tersebut.  Saya mendapatkan kata-kata ‘Try to do your best’.  Sebelum pulang, kami dihidangkan makan siang yang sangat enak dan diberikan kenang-kenangan dari suster.

waktu luang sebelum memulai sesi retret

                                      
berfoto didekat kandang rusa

     
makan bersama sebelum retret dimulai